## Assalamu'alaikum... Welcome to Hacigo's Blog! ##

Minggu, 02 Mei 2010

One Day For Love

Hari itu mungkin adalah hari terakhirku melihatnya. Dia yang tertawa ceria sambil mencorat-coret seragam putih abu-abunya di hari pengumuman kelulusan. Aku melihatnya, samara di tengah kerumunan teman-teman yang juga sibuk mencorat-coret dan mewarnai seragam mereka dengan pilok. Takjub. Seolah aku berada di tengah kerumunan itu dan tertawa bersamanya, padahal aku duduk menepi di bawah pohon dengan seragam yang masih putih bersih.

Kubuka sebuah buku dari dalam tasku. Disitu, aku pernah menulis sesuatu… “kebodohan yang sama! Lagi… dan lagi! Dia yang pernah menjadi batasan hati, bisakah membantuku kali ini? Aku tak mau lelap bersama mimpi, bangunkan aku, tunjukkan yang nyata ke hadapku, kali ini benar-benar kuserahkan padamu…” tertulis 12 April. Hmmm… aku menulis kalimat itu untuknya. Untuk dia yang dulu kucinta. Untuk dia yang pernah membuat batas dihatiku atas cinta yang lain… kubilang, aku ini bodoh. Suka padanya kuanggap sebagai suatu kebodohan.
Aku dan dia memiliki prinsip dan cara hidup yang berbeda. Sebenarnya aku heran, kenapa aku bisa suka padanya? Dia jauh dari kriteria seseorang yang aku impikan. Dia tidak rapi dan suka seenaknya sendiri. Dan yang paling ku tak suka adalah... dia seorang perokok. Dan anehnya aku tetap saja memiliki perasaan padanya.
Ahh, kulihat lagi dia yang masih tertawa bersama teman-temannya di tengah lapangan. Kebanyakan temannya itu perempuan. Hmm, satu lagi nilai minusnya di mataku, dia adalah tipe laki-laki yang tidak bisa menjaga jarak dengan perempuan. Dia jauh dari kata ‘ikhwan’.

Disana, kulihat seragamnya telah penuh oleh semprotan pilok dan tandatangan teman-temannya. Mataku beralih pada buku ditanganku. Aku ingin menulis sesuatu disana.
“Aku tak pernah benar-benar tahu kapan dia mengetuk hati… dan aku juga tak pernah benar-benar tahu kapan aku membuka atau menutup hati itu untuknya…”

“Dia dulu kucinta… dia dulu bertakhta… tapi segera kuturunkan ia dari singgasana hati karena Allah…”

“Tapi, mungkinkah Dia mengizinkanku untuk mencintainya hari ini saja?”
Kulihat dia… berjalan dengan gayanya yang khas, yang agak sok keren tapi selalu membuatku tersenyum.

Aku terkejut, saat itu tiba-tiba dia telah berada dihadapanku.

“Tanda tangan ya, Ka” ujarnya. Kuambil spidolnya, lalu kutuliskan namaku tepat di lengan kanan seragamnya.

“Makasih, ya Riska…” ujarnya, tersenyum. Kuanggukkan kepala. Ahh, senyum itu, dulu mungkin bisa membuatku selalu ingat.

“Oya, aku belum kasih selamat ya buat kamu? Nah, selamat ya, nilai kamu paling tinggi… hebat” dia tersenyum lagi sambil mengulurkan tangan. Kutangkupkan kedua telapak tanganku sambil tersenyum sesopan mungkin, seolah dijidatku tertulis ‘don’t touch me’. Bukannya sombong, atau sok suci! Aku hanya ingin mencoba berlaku seperti halnya seorang muslimah yang mengikuti titah Tuhannya agar tidak bersentuhan dengan seseorang yang bukan muhrimnya dengan sengaja.

“Ah, ya. Aku lupa” ujarnya. “Kamu kan seorang… apa namanya? Akhwat? Maaf, ya aku lupa…”

Satu point plus untuknya, dia menghargai prinsipku… dia lebih mengerti tentang itu ketimbang teman-teman yang lain yang lebih sering beranggapan negative atas prinsipku itu.

“Aku duluan, Ka…” ujarnya sambil bergegas pergi. Lagi-lagi kuanggukkan kepala. Sampai akhirnya mataku tak lagi menangkap sosoknya, aku masih tersenyum tipis.
Aku kembali dalam keheningan yang kucipta. Menulis lagi di pertengahan buku yang kupegang.

“Cinta itu tak pernah bicara padaku… atau aku yang tak pernah mampu membicarakan sepatah katapun. Semua itu tertelan kebisuan…”
Dia telah benar-benar pergi, Ka… ucapkanlah selamat tinggal untuknya, untuk kenangannya… bisik hatiku.

Aku berdiri. Bersiap melangkah pergi. Saat itu, sekolah telah berangsur sepi. Sejenak, kutatap seisi sekolahku. Jika nanti aku kembali ke sini, aku akan ingat hari ini.

14 komentar:

  1. Assalamualaikum kakak. ni fiksi apa nonfiksi sih kak??? Hiks, seneng banget dg kata-kata “kebodohan yang sama! Lagi… dan lagi! Dia yang pernah menjadi batasan hati, bisakah membantuku kali ini? Aku tak mau lelap bersama mimpi, bangunkan aku, tunjukkan yang nyata ke hadapku, kali ini benar-benar kuserahkan padamu…” terus upgrade blognya ya kak!!!!!! :a3

    BalasHapus
  2. Waalaikumsalam. Ai dah, adex ni tawa-tawain kakak hiks!
    Entahlah apa ini, fiksi tapi sebagian nonfiksi... menurut adex?

    BalasHapus
  3. Yeeeee.... kakakQu dah bisa ngomen. ye ye ye aku tepuk tangan ni kakak!!!!!! heheh..... :k2

    BalasHapus
  4. Ih, nyebelinnya adex kakak yang satu ini... siapa dulu yang ngajarin? Pak guru jelex hahhaha

    BalasHapus
  5. Awas ya kakak! kakakku yang jelek... yang jelek kayak bebek. bebek yang dansa 4 kali. halah nggak ngambung. hehehe...

    :nangis :rate :lebay :hoax :nyimak :hotnews :gotkp :wow :pertamax :lapar :santai :malu :ngintip :newyear

    BalasHapus
  6. Ahh, adex ni bisanya ngomongin kakak jeyek mulu! ntar kakak ajarin deh gimana nulisin "Kakak imut" hehehe!

    BalasHapus
  7. Wahai kakaku yang Imut.... hahaha!!! :rate :lebay

    BalasHapus
  8. Nah, tu pinter ^_^

    BalasHapus
  9. Yelah, adex sekarang tukang bo'ong ya... huff

    BalasHapus
  10. Adex tetep adex yang baik kokkkk!!!!!!!! ^_^

    BalasHapus
  11. Yelah adek yang baex tapi nyebelin ...

    BalasHapus
  12. Ini ngomong2 masalah kelulusan ato sinetron ya..?

    BalasHapus

Yuk buat kamu yang udah baca, tinggalin komentar ya...

## Nani Nuraini ##
Campur Asri, Baradatu, Way Kanan, Lampung