Lambaian senja segera mempertemukan terang pada malam. Siluet jingga diatas sana membuat sang biru tampak merona. Samar, kutangkap syahdu lantunan adzan di telinga. Kupercepat langkahku menuju masjid kecil di desaku.
Sepanjang jalan itu kulalui dengan hati resah. Tadi pagi, orangtuaku begitu gembira menyampaikan berita bahwa aku diterima di salah satu PTN. Bukan aku tak senang, hanya saja setelahnya berkeliaran masalah biaya pendidikan yang masih tanda tanya dipikiranku. Beasiswa yang kuajukan di sekolah belum ada kabarnya.
Adzan telah hampir selesai dikumandangkan. Setengah berlari aku menuju masjid. Sesampainya di halaman masjid, aku melihat seorang gadis berjilbab biru panjang. Akhwat. Sekilas wajahnya kutatap, teduh. Tampaknya ia bukan orang desa sini. Dia bersama seorang ibu, mungkin ibunya. Sepertinya keduanya agak ragu memasuki masjid.
Kulihat akhwat itu mendekati Ilham, bocah kecil penduduk disini yang kala itu sedang bersandar di pilar masjid.
“Dik, apa disini ada mukena?”
Kudengar lembut suaranya bertanya pada Ilham.
“Ada” ujar Ilham.
Akhwat itu tersenyum. “Terima kasih, ya” ujar akhwat itu. Ia bersama ibu itu lantas bergegas menuju tempat wudhu. Saat itu akupun tengah buru-buru masuk karena sholat telah akan dimulai.
***