Hari-hari itu terasa sangat berat Ia jalani. Senyumnya memudar, cerianya pun hilang tak berbekas. Hanya wajah sayu nan pucat dan suaranya yang lemah yang menyapaku tiap kali aku menemuinya.
Fathia, nama itu yang senantiasa membuat hatiku pilu kala mengingatnya. Tentangnya, tentang air matanya yang tak pernah bisa ku hapus. Tentang kerapuhan tubuhnya yang tak pernah mampu aku kuatkan walau dalam dekapan.
Setahun yang lalu, sahabatku itu dinyatakan mengidap kanker ganas diotaknya. dan vonis hidup yang dijatuhkan padanya adalah kurang dari setahun. Suatu kenyataan yang melumpuhkan semangat hidupnya seketika.