## Assalamu'alaikum... Welcome to Hacigo's Blog! ##

Minggu, 01 Agustus 2010

Setitik Terang di Darul Huda

Lambaian senja segera mempertemukan terang pada malam. Siluet jingga diatas sana membuat sang biru tampak merona. Samar, kutangkap syahdu lantunan adzan di telinga. Kupercepat langkahku menuju masjid kecil di desaku.

Sepanjang jalan itu kulalui dengan hati resah. Tadi pagi, orangtuaku begitu gembira menyampaikan berita bahwa aku diterima di salah satu PTN. Bukan aku tak senang, hanya saja setelahnya berkeliaran masalah biaya pendidikan yang masih tanda tanya dipikiranku. Beasiswa yang kuajukan di sekolah belum ada kabarnya.

Adzan telah hampir selesai dikumandangkan. Setengah berlari aku menuju masjid. Sesampainya di halaman masjid, aku melihat seorang gadis berjilbab biru panjang. Akhwat. Sekilas wajahnya kutatap, teduh. Tampaknya ia bukan orang desa sini. Dia bersama seorang ibu, mungkin ibunya. Sepertinya keduanya agak ragu memasuki masjid.

Kulihat akhwat itu mendekati Ilham, bocah kecil penduduk disini yang kala itu sedang bersandar di pilar masjid.

“Dik, apa disini ada mukena?”

Kudengar lembut suaranya bertanya pada Ilham.

“Ada” ujar Ilham.

Akhwat itu tersenyum. “Terima kasih, ya” ujar akhwat itu. Ia bersama ibu itu lantas bergegas menuju tempat wudhu. Saat itu akupun tengah buru-buru masuk karena sholat telah akan dimulai.

***


“Allahuakbar!”

Aku mengangkat takbir dengan hati sesak. Dalam sholat itu aku dibayangi oleh wajah kedua orangtuaku. Ah… astaghfirullah! Sungguh rasanya aku sedang berenang dalam lautan kesulitan. Lalu aku teringatkan, pada salah satu surat dalam Al Qur’an. Surat Al Insyirah, surat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW sebagai pelipur kesedihan. Dalam surat itu Allah menegaskan agar sebagai manusia kita tidak boleh berputus asa dalam menghadapi cobaan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan… Ya… aku yakini itu, ya Rabb, maka tunjukkanlah aku pada kemudahan itu, bisik hatiku. Suasana hatiku kemudian menjadi lebih baik.

Selepas sholat, biasanya para ma’mum tak langsung membuibarkan diri. Tetapi masing-masing meneruskan berdzikir. Aku berada diantara mereka. Entah apa yang membisikkanku, tiba-tiba saja aku tergerak untuk menoleh ke belakang. Ada akhwat tadi disana, sedang melipat mukenanya.

“siapa dia, ya?” tanya hatiku.

Ahhh… kenapa harus bertanya-tanya seperti ini? Astaghfirullah…

Keluar dari masjid aku tak mendapati sosok akhwat itu. Malah aku bertemu dengan Bu Sarmi, tetangga dekat rumah yang mengucapkan selamat atas keberhasilanku lolos snmptn.

“Wah, mas Danu!” pujinya. “Berarti nanti kamu satu kampus ya sama mbak Anggraini…” ujar Bu Sarmi.

“Anggraini? Siapa itu bu?” tanyaku bingung. Setahuku disini tak ada yang bernama Anggraini.

“Itu… keponakan pak lurah dari Jawa… tadi dia sholat disini, bareng ibu. Selepas sholat tadi dia langsung pulang lagi ke Jawa… yang pake jilbab biru tadi, ndak liat ya?” ujar Bu Sarmi.

Aku mengingat-ingat. Ahh, iya! Akhwat itu.

“Sepertinya liat, bu… keponakan pak lurah ya, sepertinya jarang kesini?” tanyaku.

“Sering kok, tapi dulu waktu masih kecil… malah mungkin pernah main sama mas Danu” ujar Bu Sarmi.

“Mungkin ya, bu…” ujarku.

“Yo wis, Ibu pulang dulu, Assalamualaikum”

“Waalaikumsalam warahmatullah… hati-hati, bu”

Bu Sarmi berlalu. Akupun bergegas meninggalkan masjid. Namun, baru saja melangkah, sebuah sms dari Pak Harun., kepala sekolahku membuatku terkejut. Sms itu berisi pemberitahuan bahwa beasiswaku disetujui, dan aku harus segera mengurusnya.

Alhamdulillah ya Allah, ucap batinku. Kuurungkan langkah pulang, berbalik menuju masjid. Aku ingin menunggu Isya disana dengan berdzikir. Tak terbayang betapa bahagia aku saat ini. Terbayang lagi wajah kedua orangtuaku, rasanya aku ingin segera menyampaikan berita gembira ini pada mereka.

Aku duduk disana. Dengan perasaan haru yang meruah-ruah. Tiba-tiba aku teringatkan Bu Sarmi, dan ucapannya tentang akhwat yang kulihat tadi. Aku tak berkata apa-apa, hanya tersenyum saja. Tak tahu mengapa tiba-tiba ada harapan yang membumbung, harapan untuk bisa bertemu lagi dengan akhwat itu.

Adzan isya pun dikumandangkan. Dan orang-orang kembali meramaikan masjid. Masjid Darul Huda yang kecil. Dalam hatinya, Danu tak henti mengucap syukur.

8 komentar:

  1. Iiiiiiiiiihhh.... Ceritanya ada bahasa jawa-nya. haha, napa nggak bahasa padang aja kak??? :c:

    Cerita bagus, bercerita tentang PTN. hihi,, aku pengen juga dapet beasiswaaaa..... :e:

    Kira-kira ada gak cerita lanjutannya nih? soale penasaran kak dengan yang akhwat itu? Cakep apa nggak? Udah di-khitbah apa nggak? (Husss... ngawur deh.. haha)

    Oya, koreksi dikit yah...
    di paragraf terakhir tu sudut pandangnya beda kak, dia pake orang ketiga. padahal di awal udah konsisten dengan "aku". harusnya sampai end "aku" juga. hehe... :h:

    BalasHapus
  2. nggak mahir bahasa padangnya hehe...

    siapa sih yang ga mau dapet beasiswa????

    haha, ntar deh... kalo bisa ya bikin kalo nggak ya... nggak hehe

    ooo iya ya, lupa! hooo :h:

    BalasHapus
  3. Huuu... padangjess padangjess... :f:

    tenang aja, kalo adex dapet kita bagi dua yaa kak beasiswanya. hihihi... :h:

    BalasHapus
  4. Iz apaan bawa2 suku mulu. tak panggilin pasukan padang ntar...

    oye?????

    BalasHapus
  5. ambo indak takut uni..... hehe...

    IzZZ... paan mosok ada embel2 A.N.Jell nya?????

    BalasHapus
  6. Ow yee???

    biarin... hahay love A.N.JELL FuLLLLL

    BalasHapus
  7. He'eh uni......

    Apaan tu A.N.Jell? mendingan kuch kuch hota hai. wkwkwkwk.....

    Kakak jeyeeeekkkkk...... :p

    BalasHapus
  8. Ih... nurut banget, gitu geh... (jangan bilang tapi boong):d:

    A.N.Jell itu yang di film korea itu na... adex ga tau ga tau...

    sama... kakaknya jelek adexnya juga jelek kok... tenang aja...

    BalasHapus

Yuk buat kamu yang udah baca, tinggalin komentar ya...

## Nani Nuraini ##
Campur Asri, Baradatu, Way Kanan, Lampung